Langkah kaki sejenak terhenti
ketika ia memandang sebuah
mini marketyang baru saja dibuka
beberapa bulan lalu. Mini marketmilik asing
namun tidak asing lagi di Indonesia. Namun
yang menarik adalah ketika ia berada disini, disamping
kampus dimana calon intelektual
muslim dilahirkan.
Pemilik
langkah kaki itu adalah Mila, seorang mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam(KPI). Siang itu, untuk kedua kalinya Mila mendatangi tempat ini. Ruang
ber-AC dengan kursi yang tersedia cukup bayak. Membuat ia dan
teman-temannya memilih untuk mendiskusikan tugas kuliah di tempat ini. “yang
beli satu, sisanya sih ikut nongkrong aja, he,,he,,” tuturnya sambil tertawa.
Senyuman
dan sambutan terlihat diberikan oleh para pelayan, saat ia mendorong pintu. Mila
yang saat itu memakai kerudung hijau lalu mengangguk dan memasukan semua tubuhnya
ketempat itu. Aroma pendingin ruangan tercium saat ia muasuk. Mila lalu
berjalan mencari menu yang dirasa cocok dengan kantongnya. Seketika ada pikiran
untuk melihat jenis minuman apa yang terpampang di lemari pendingin.Ia pernah
mendengar dari seorang temannya jika tempat ini menjual minuman beralkohol.
“pasti ngejual, ko”, ujar seorang temannya yang juga menyebutkan merek dari
minuman tersebut. Tapi ia hanya melihat minuman ringan biasa, seperti minuman
bersoda, susu dan yogurt. Ada yang berasal dari dalam negeri namun tidak
sedikit pula yang berasal dari luar.
Ia
mengambil cup gelas besar lalu menuangkan minuman. Tak lupa ia juga
mengambil satu cap nasi goreng dingin, lalu membawanya ke kasir. “mau dimakan
dimana, mba?”, Tanya seorang kasir. “di atas”, jawab Mila. Setelah membayar dan
mengambil nasi yang telah dihangat, ia lalu berjalan ke lantai dua. Disana
terlihat beberapa meja yang masih kosong,, masing-masing terdiri dari empat
kursi.
Siang
itu hanya terlihat beberapa pengunjung, ada sekelompok mahasiswa yang sedang
mengobrolkan tugas kuliah, ada juga seorang bapak dengan secangkir kopi dan
roti, pasangan muda mudi yang terlihat asyik bersenda gurau dan seorang pria
dewasa yang terlihat sibuk menekan tools pada laptopnya sambil ditemani
beberapa buku dan sekotak teh dingin. Mila mengambil posisi duduk di samping
pria dewasa tadi.
Mila bukan orang yang sering berbelanja
apalagi nongkrong di tempat ini bahkan awalnya ia sama sekali tidak berani
masuk. Selain mengira makanan yang dijual mahal, ia juga ingat akan obrolan
dari salah satu dosen yang khawatir dengan keberadaan tempat ini karena
dianggap akan membawa kultur yang kurang baik bagi mahasiswa. “cenderung
hedon”, ujarnya.
Ada satu hal yang baru disadari mila,
ternyata terdapat tulisan “dilarang membawa/meminum minuman beralkohol” di
dinding. “padahal kata temen saya, tempat ini ngejual, ko “ ujarnya. “di sini
gak ngejual, mba”, kata seorang pelayan saat ditanya apakah menjual menjual
minuman beralkohol.
Klarifikasi
pun keluar dari oleh seorang pria berkaca mata dengan bingkai hitam yang
bernama Sarwani. Sambil tersenyum dia berkata “kita gak ngejual, karena dari
warga meminta kita untuk tidak menjual minuman beralkohol, jadi tergantung
tempat yah, kita tuh Sevel beradaptasi dengan tempat. berada dilingkungan
masjid, lingkungan kampus muslim, kayanya kok kurang pantas” katanya. “kakak,
boleh cek ko, di lemari pendingin, ada gak minuman beralkohol”, tambah Sarwani
yang merupakan asisten manager Sevel Ciputat. (Destri/HR)
0 komentar:
Posting Komentar