Sabtu, 08 Desember 2012

“Kami gak Jual Miras Kok”

 
Langkah kaki sejenak ter­henti ketika ia memandang sebuah mini marketyang baru saja dibuka beberapa bulan lalu. Mini marketmilik asing namun tidak asing lagi di Idonesia. Namun yang menarik adalah ketika ia berada disini, disamping kampus dimana calon intelektual muslim dilahirkan.
Pemilik langkah kaki itu adalah Mila, seorang mahasiswa jurusan Ko­munikasi Penyiaran Islam(KPI). Siang itu, untuk kedua kalinya Mila menda­tangi tempat ini. Ruang ber-AC dengan kursi yang tersedia cukup bayak. Mem­buat ia dan teman-temannya memilih untuk mendiskusikan tugas kuliah di tempat ini. “yang beli satu, sisanya sih ikut nongkrong aja, he,,he,,” tuturnya sambil tertawa.
Senyuman dan sambutan terli­hat diberikan oleh para pelayan, saat ia mendorong pintu. Mila yang saat itu memakai kerudung hijau lalu men­gangguk dan memasukan semua tu­buhnya ketempat itu. Aroma pendingin ruangan tercium saat ia muasuk. Mila lalu berjalan mencari menu yang dirasa cocok dengan kantongnya. Seketika ada pikiran untuk melihat jenis minuman apa yang terpampang di lemari pendin­gin.Ia pernah mendengar dari seorang temannya jika tempat ini menjual mi­numan beralkohol. “pasti ngejual, ko”, ujar seorang temannya yang juga me­nyebutkan merek dari minuman terse­but. Tapi ia hanya melihat minuman ringan biasa, seperti minuman bersoda, susu dan yogurt. Ada yang berasal dari dalam negeri namun tidak sedikit pula yang berasal dari luar.
Ia mengambil cup gelas besar lalu menuangkan minuman. Tak lupa ia juga mengambil satu cap nasi goreng dingin, lalu membawanya ke kasir. “mau dima­kan dimana, mba?”, Tanya seorang kasir. “di atas”, jawab Mila. Setelah membayar dan mengambil nasi yang telah dihan­gat, ia lalu berjalan ke lantai dua. Disana terlihat beberapa meja yang masih ko­song,, masing-masing terdiri dari em­pat kursi.
Siang itu hanya terlihat beberapa pengunjung, ada sekelompok maha­siswa yang sedang mengobrolkan tugas kuliah, ada juga seorang bapak dengan secangkir kopi dan roti, pasangan muda mudi yang terlihat asyik bersenda gurau dan seorang pria dewasa yang terlihat sibuk menekan tools pada laptopnya sambil ditemani beberapa buku dan sekotak teh dingin. Mila mengambil po­sisi duduk di samping pria dewasa tadi.
Mila bukan orang yang sering ber­belanja apalagi nongkrong di tempat ini bahkan awalnya ia sama sekali tidak berani masuk. Selain mengira makanan yang dijual mahal, ia juga ingat akan obrolan dari salah satu dosen yang kha­watir dengan keberadaan tempat ini karena dianggap akan membawa kul­tur yang kurang baik bagi mahasiswa. “cenderung hedon”, ujarnya.
Ada satu hal yang baru disadari mila, ternyata terdapat tulisan “dilarang membawa/meminum minuman beral­kohol” di dinding. “padahal kata temen saya, tempat ini ngejual, ko “ ujarnya. “di sini gak ngejual, mba”, kata seorang pelayan saat ditanya apakah menjual menjual minuman beralkohol.
Klarifikasi pun keluar dari oleh seorang pria berkaca mata dengan bingkai hitam yang bernama Sarwani. Sambil tersenyum dia berkata “kita gak ngejual, karena dari warga meminta kita untuk tidak menjual minuman be­ralkohol, jadi tergantung tempat yah, kita tuh Sevel beradaptasi dengan tem­pat. berada dilingkungan masjid, ling­kungan kampus muslim, kayanya kok kurang pantas” katanya. “kakak, boleh cek ko, di lemari pendingin, ada gak minuman beralkohol”, tambah Sarwani yang merupakan asisten manager Sev­el Ciputat. (Destri/HR)

0 komentar:

Posting Komentar