wiwit ketika sedah bekerja di Lereng, Cipete. |
Sudah 10 tahun Wiwit menjadi tukang
parkir di Lereng Indah, menunggu orang yang ikhlas menjulurkan tangannya keluar
dari kaca mobil dan melemparkan koin koin ke dalam jaring. Memang tak banyak hasilnya,
apalagi mesti dibagi empat dengan
teman temannya yang juga tukang parkir. Terkadang ada yang kasih lima ribu tapi tak jarang hanya koin 500 rupiah
yang masuk ke jaring, kadang malah ada uang 50 rupiah , “mungkin uang kembalian
belanja” ujar Wiwit.
Wiwit adalah ibu rumah tangga dengan
dua orang anak. Anak pertamanya kelas 6 SD dan anak keduanya TK. Menjadi tukang
pakir merupakan pekerjaan sampingan Wiwit dan 3 orang teman lainnya. Setiap Senin,
Rabu dan Jum’at jam 12:00 – 16:00
sore adalah giliran Wiwit dan ibu lainnya memarkir, sedangkan selebihnya tugas
bapak-bapak. Pendapatannya juga hanya
20 ribu – 30 ribu sehari. “ lumayanlah
buat tambahan jajan anak anak”, ujar Wiwit.
Lereng Indah memang selalu ada tukang parkir yang menjaga karena
memang jalannya menanjak dan menurun serta curam tidak memungkinkan jika
kendaraan berpapasan karena jalan yang juga kecil “ ini harus ada petugas
parkir yang jaga soalnya bahaya kalau mobil yang dari atas mau turun dan yang
dari bawah mau naik secara bersamaan ditikungan akan tabrakan”, ujar wiwit.
Eva Fauziah mahasiswi UIN Jakata
yang setiap hari melewati lereng mengakui salut kepada ibu tukang parkir tersebut,” Saya salut banget, biasanya
bapak bapak yang jadi tukang parkir tapi ini ibu ibu, dan mereka kerjanya cukup
berisiko”, ujarnya. (Rahma)
0 komentar:
Posting Komentar