Bagai Semut, Itulah Fitnah
Hanya
sebuah rangkaian kisah jika ku anggap bahwa kau adalah guruku di masa lalu, Kau
adalah kakekku yang ku kenal dulu. Tak ada yang lebih dari ilmu yang pernah kau
berikan padaku, kau didik aku. Mungkin kesalahanku, yang pergi meninggalkanmu
dan tempat itu. Karena ilmu yang aku cari, membuatku harus pergi dan
meninggalkanmu. “bagai mozaik yang terpecah, ilmu juga adalah mozaik yang perlu
aku cari kepingannya di seluruh penjuru dunia”.Aku tak mungkin hanya duduk,
menatap, dan tidak berusaha menggali ilmu dari mutiara lain di samudera sana.
Bukan karena aku tidak menganggapmu, namun kau terlalu sibuk dengan urusanmu
dan membuatku ragu. Aku tetap menghormatimu, menghormati ilmu yang ada pada
diriku, darimu ya darimu.
Namun,
setelah hari itu aku berubah, kau yang merubah. Adikku, Adik kandungku yang
menuntut ilmu darimu, yang kau didik dengan penuh kasih sayang. Kau tega
padanya, padaku. Hanya karena dia, dia anakmu yang nyatanya memfitnah adikku.
“kembalikan pakaian yang menjadi hadiah setelah majelis yang diselenggarakan
dulu”, itulah perkataan anakmu yang terucap untuk adikku walau melalui penyampaian
dari kurcaci yang tak berdosa, namun dia, ya dia anakmu yang membuat seluruh
lintasan ucapan menjadi berlumur dosa. Hanya karena pakaian itu. Pakaian yang
dihadiahkan kepada adikku setelah mengikuti acara pengajianmu.
Ibuku,
yang mungkin merasa sakit atau aku tahu bahwa ibuku berusaha mencari tahu
penyebab mengapa anakmu mengatakan hal itu? Wajarkah jika ibuku menceritakannya
kembali kepada nenekku? Orangtua dari ibuku? Wajarkah? Mengapa malah menjadi
asal usul penyebab kau tak pernah mau lagi menganggapku dan keluargaku sebagai
saudaramu? Ironis bukan?
Sungguh,
tak habis aku tanyakan itu. Kau tuduh ibuku yang juga seperti anak kandungmu
sendiri sebagai orang yang telah menjatuhkan namamu didepan banyak orang?
Sepenting itukah nama dan gelarmu? Sehingga kau berani dan lantang mencaci-maki
ibu dan adikku? Hanya karena perkataan yang tak benar adanya yang pula
bersumber dan bersarang serta berakar
dari anak kandungmu. Menjatuhkanmu? Itu alasan yang kau buat untuk lebih
menjatuhkan ibu dan adikku di depan banyak orang. Kau dan anakmu dengan
lantangnya memproklamirkan bahwa ibuku adalah seorang pemfitnah. Padahal, telah
jelas bahwa memang benar adanya perkataan anak kandungmu yang mengatakan saat
kemarahannya pada adikku yang memutuskan pindah dari tempat itu karena
kekecewaan yang dirasa adik kandungku karena telah sungguh-sungguh berlatih dan
anakmu dengan sepihak menghentikan semangatnya. Itulah kenyataannya. Adik
menangis, ibu gemetar. Itu yang aku lihat. Kemarahanmu, kekesalanmu pada kami
yang kau lampiaskan di depan khalayak ramai membuatku beranggapan bahwa tak ada
lagi ikatan di antara kita. Seakan semuanya hilang sekejap tanpa jejak. Kau
hapuskan garis keturunan itu hanya karena harga diri yang kau anggap telah di
injak.
Takkan
pernah aku lupakan saat itu. Hingga akan terukir sebagai pelajaran yang penting
bagiku dan keluargaku. Aku tetap menganggapmu kakekku, guruku. Namun aku
mungkin tak bisa menyambung ikatan yang telah hilang itu. Kekecewaanku pada
anakmu. Yang sungguh tak pernah aku ketahui penyebabnya. Anakmu sungguh penuh
dengan tipu daya muslihat. Anakmu sungguh hebat dalam mengatur naskah skenario
putusnya ikatan ini. dan anakmu adalah anugerah luar biasa saat mempermainkan
perannya. Nasihat dari orang yang aku anggap guru selain dirimu, selalu
melantangkan “fitnah itu kecil !! itu hanyalah sebagian kecil dari ujian allah
untuk meningkatkan keimanan manusia”, pedoman itu yang insya allah selalu aku
genggam erat dalam genggaman tanganku. Tak ada yang lebih manis dari sedikit
ujian. Pelajaran yang sangat penting aku peroleh dalam meningkatkan dan
memperbaiki imanku. Itulah aku dan kau.
Pelajaran
yang aku ambil bahwa semua yang ada di dunia ini, hanyalah sandiwara semata
mungkin perkataan itu yang sering dikatakan orang bijak. Sungguh aku telah
menemukan bukti nyata dari pernyataan itu. sungguh aneh aku rasa jika telah
banyak orang merasakannya. Semoga karya anakmu mampu menampakan segala jalan
yang ditentukan untukku dan keluargaku.
Penulis : Ubaiyana Lessy
Fak/jur/semester : FSH/Perb.Mazhab Fiqih/02
0 komentar:
Posting Komentar