Jumat, 14 Agustus 2015

Bagai Semut Itulah Fitnah

Bagai Semut, Itulah Fitnah 

          Hanya sebuah rangkaian kisah jika ku anggap bahwa kau adalah guruku di masa lalu, Kau adalah kakekku yang ku kenal dulu. Tak ada yang lebih dari ilmu yang pernah kau berikan padaku, kau didik aku. Mungkin kesalahanku, yang pergi meninggalkanmu dan tempat itu. Karena ilmu yang aku cari, membuatku harus pergi dan meninggalkanmu. “bagai mozaik yang terpecah, ilmu juga adalah mozaik yang perlu aku cari kepingannya di seluruh penjuru dunia”.Aku tak mungkin hanya duduk, menatap, dan tidak berusaha menggali ilmu dari mutiara lain di samudera sana. Bukan karena aku tidak menganggapmu, namun kau terlalu sibuk dengan urusanmu dan membuatku ragu. Aku tetap menghormatimu, menghormati ilmu yang ada pada diriku, darimu ya darimu.

           Namun, setelah hari itu aku berubah, kau yang merubah. Adikku, Adik kandungku yang menuntut ilmu darimu, yang kau didik dengan penuh kasih sayang. Kau tega padanya, padaku. Hanya karena dia, dia anakmu yang nyatanya memfitnah adikku. “kembalikan pakaian yang menjadi hadiah setelah majelis yang diselenggarakan dulu”, itulah perkataan anakmu yang terucap untuk adikku walau melalui penyampaian dari kurcaci yang tak berdosa, namun dia, ya dia anakmu yang membuat seluruh lintasan ucapan menjadi berlumur dosa. Hanya karena pakaian itu. Pakaian yang dihadiahkan kepada adikku setelah mengikuti acara pengajianmu. 


          Ibuku, yang mungkin merasa sakit atau aku tahu bahwa ibuku berusaha mencari tahu penyebab mengapa anakmu mengatakan hal itu? Wajarkah jika ibuku menceritakannya kembali kepada nenekku? Orangtua dari ibuku? Wajarkah? Mengapa malah menjadi asal usul penyebab kau tak pernah mau lagi menganggapku dan keluargaku sebagai saudaramu? Ironis bukan?

          Sungguh, tak habis aku tanyakan itu. Kau tuduh ibuku yang juga seperti anak kandungmu sendiri sebagai orang yang telah menjatuhkan namamu didepan banyak orang? Sepenting itukah nama dan gelarmu? Sehingga kau berani dan lantang mencaci-maki ibu dan adikku? Hanya karena perkataan yang tak benar adanya yang pula bersumber dan bersarang serta  berakar dari anak kandungmu. Menjatuhkanmu? Itu alasan yang kau buat untuk lebih menjatuhkan ibu dan adikku di depan banyak orang. Kau dan anakmu dengan lantangnya memproklamirkan bahwa ibuku adalah seorang pemfitnah. Padahal, telah jelas bahwa memang benar adanya perkataan anak kandungmu yang mengatakan saat kemarahannya pada adikku yang memutuskan pindah dari tempat itu karena kekecewaan yang dirasa adik kandungku karena telah sungguh-sungguh berlatih dan anakmu dengan sepihak menghentikan semangatnya. Itulah kenyataannya. Adik menangis, ibu gemetar. Itu yang aku lihat. Kemarahanmu, kekesalanmu pada kami yang kau lampiaskan di depan khalayak ramai membuatku beranggapan bahwa tak ada lagi ikatan di antara kita. Seakan semuanya hilang sekejap tanpa jejak. Kau hapuskan garis keturunan itu hanya karena harga diri yang kau anggap telah di injak.

Takkan pernah aku lupakan saat itu. Hingga akan terukir sebagai pelajaran yang penting bagiku dan keluargaku. Aku tetap menganggapmu kakekku, guruku. Namun aku mungkin tak bisa menyambung ikatan yang telah hilang itu. Kekecewaanku pada anakmu. Yang sungguh tak pernah aku ketahui penyebabnya. Anakmu sungguh penuh dengan tipu daya muslihat. Anakmu sungguh hebat dalam mengatur naskah skenario putusnya ikatan ini. dan anakmu adalah anugerah luar biasa saat mempermainkan perannya. Nasihat dari orang yang aku anggap guru selain dirimu, selalu melantangkan “fitnah itu kecil !! itu hanyalah sebagian kecil dari ujian allah untuk meningkatkan keimanan manusia”, pedoman itu yang insya allah selalu aku genggam erat dalam genggaman tanganku. Tak ada yang lebih manis dari sedikit ujian. Pelajaran yang sangat penting aku peroleh dalam meningkatkan dan memperbaiki imanku. Itulah aku dan kau.


          Pelajaran yang aku ambil bahwa semua yang ada di dunia ini, hanyalah sandiwara semata mungkin perkataan itu yang sering dikatakan orang bijak. Sungguh aku telah menemukan bukti nyata dari pernyataan itu. sungguh aneh aku rasa jika telah banyak orang merasakannya. Semoga karya anakmu mampu menampakan segala jalan yang ditentukan untukku dan keluargaku.

Penulis                   : Ubaiyana Lessy
Fak/jur/semester : FSH/Perb.Mazhab Fiqih/02    

0 komentar:

Posting Komentar