Senin, 30 September 2013

Menjadi Kader Mandiri yang Punya Nilai


 
Moderator paling kanan, Arif Subhan, Siti Nafsiah, dan Rahmat Baihakhi (28/9) di Aic.
Sebuah gedung berdiri tegak berhadapan dengan warung  makanan. Sebut saja gedung itu Aula Insan Cita (AIC), didalam gedung itu berdiri kokoh panggung pementasan dengan tinggi 60 CM, lebar 4 X 9 M . Panggung itu menjadi salah satu saksi mati dalam acara Diskusi Publik Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat Komisariat Fakutas Ilmu Dakwah  (KOMFAKDA) (28/09). 

Panitia penyelenggara Pentas Karya Komfakda (PKK) menyediakan tempat, ruang dan waktu kepada pembicara yang digadang Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan sekaligus menyandang nama KAHMI untuk menjadi pembicara dalam salah satu rangkaian acara Diskusi Publik dengan temaMembangun semangat Kader HMI masa kini untuk masa depan”. Diantara beberapa nama itu adalah Dr. Arief Subhan .MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM), Siti Nafsiah MSW, ketua program Studi Kesejahteraan Sosial, dan salahsatu Dosen yang selalu memberikan semangat kepada  kader Komfakda Rahmat Baihakhi.

Dalam diskusi publik yang dihadiri kurang lebih 70 calon anggota kader HMI dan angota biasa HMI Komfakda itu, Muiz sebagai moderator membuka acara,  Muiz membacakan cv dari kedua pembicara yang sudah lebih dahulu hadir yaitu Siti Nafsiah, dan Rahmat Baihacki . Berbeda dengan Arief Subhan tidak dibacakan, hal tersebut karena keterlambatan Ia. Setelah selesai pembacaankan  sivi, Muis sebagai moderator membuka cermin pertama dengan mempertanyakan mengenai apa HMI dalam pandangan moderator. Apa menurut kanda dan yunda HMI itu?”  tanya Muiz. Dengan senyumnya yang manis Siti Nafsiah menjawab. Nafsiah memaparkan menurutnya HMI merupakan organisasi perkaderan terbaik di tataran MahasiswaMenurut saya HMI merupakan  lembaga perkaderan terbaik di tataran Mahasiswa,” jawab Nafsiah. 

Berbeda dengan Siti Nafsiah menurut Rahmat Baihacki, ia terlebih dahulu memaparkan keadaan HMI yang terjadi di Komfakda. Dengan sagat menggebu-gebu ia merasakan ke-kecewaan dengan HMI Komfakda saat ini. Hal tersebut terjadi karena kader-kader HMI Komfakda belum menanamkan HMI itu sendiri dalam diri para kader dan lingkungannya. “ketika saya pulang ke Dakwah saya merasa belum pulang kerumah sediri, karena kader Komfakda masih belum menanakan HMI sendiri”  ungkap Baihakhi dengan kecewa. “HMI hanyalah nama yang tertulis yang apabila tulisan itu saya bakar besok bisa dibuat lagi, HMI juga bukan untuk wadah berkumpul RAS ataupun ETNIS,” tambahnya. Dari situ dapat kita ambil bahwa HMI bukan hanya untuk mempernbanyak Massa, juga bukan untuk memperbanyak sebuah golongan tetapi HMI merupakan wadah mahasiswa yang ingin berproses yang sesuai tujuan HMI itu sendiri. 

 Pada termin yang ke-Dua Muiz mempertanya mengenai perbedaan  HMI  masa kini dan Masa lalu. “Apa perbedaan HMI masa dulu dan masa sekarang menurut Kanda dan Yunda yang merupakan pelaku sejarah yang lebih dahulu?,” Tanya Muiz. Tidak berbeda dengan cermin yang pertama Nafsiah juga mendapat giliran menjawab yang pertama. Nafsiah memaparkan bahwa sangat berbeda jauh bila dibandingkan HMI masa lalu dengan HMI masa sekarang, hal tersebut salah satunya dengan perkembangan zaman yang sangat cepat. kita ambil contoh yang paling gampang saja  jika masa sekarang sudah banyak motor dan bergoncengan hanya berdua,  berbeda dengan masa lalu ketika kita ingin menuju Aic kita harus berjalan kaki. Tetapi darijalan kaki itu kita merasakan tradisi ngobrol yang bermanfaat. kalau masa sekarang sudah ada motor masa lalu jangankan motor ngetik saja masih manual, tetapi dari situ kita merasakan penggemblengan yang begitu dahsyat, mulai dari pembuatan surat saja bisa sampai 10 kali buat karena satu katapun dikritik, tapi itu saya tetap semangat karena itu merupakan salah satu cara perkaderan,” ungkap Nafsiah. 

Dengan pertanyaan sama, yang di berikan Muiz, Rahmat Baihacki menjawab dengan mengajak para audien kembali mengingat kembali disaat ia masih berada di tempat kelahiran yang sangat keras, ia mencertikan mulai asal usul Bapak yang berasal dari Madura dan Ibu berasal dari Ambon dania sendiri yang dilahirkan di tanjung priuk para audiens disuruh membayangkan betapa kerasnya kehidupannya. Tetapi setelah mengijak perguruan tinggi dan berada dalam Hmi ia merasakan suci kembali. “ketika saya masuk HMI saya merasa suci kembali, karena kehidupan yang dulu begitu keras, setelah saya di HMI ini sudah bukan keras dalam fisik tetapi keras dalam berfikir,” ungkap Bang Beki sapaan akrabnya. 

“Setelah satu semester saya pulang-pergi dari rumah, saya merasa kurang produksi, dari situ saya tinggal di AIC bawah, saya merasakan tidak pernah tidak ada kehidupan  di AIC ini, bahkan teman-teman merasakan kuliah itu ya di HMI, di UIN itu hanya kursus.”  Tambah Baihaiki. Dari pemaparan diatas HMI merupakan wadah yang benar-benar dimanfaatkan oleh kader HMI, AIC dipakai sebagai tempat  berhimpun dan dijadikan tempat untuk mencurahkan ide-ide disaat diskusi. “Hal yang peling mencolok ialah kalau kader-kader HMI dulu itu sopa-sopan, Cerdas, sangat Kritis kalu bertanya itu mengidentifisikan HMI.”  Tambah Baihaikhi

Disela-sela sesi pertanyaan ini datang seorang yang paling ditunggu-tunggu oleh semua kader orang no 1 di Fidkom yaitu Arief Subhan. Setelah mempersilahkan dia duduk, Muiz sebagai moderator mengajukan pertanyaan yang sama mengenai pendapat HMI. Arif Subhan menjawab “ saya akan mulai dari sejarah pergerakan yang paling utama yang bersifat masif yang bisa mengubah indonesia menjadi modern yang yaitu Sarikat Islam (SI) yang mempunyai ciri diantaranya Independensi, Moderenitas yaitu islam yang mau yang menyumbangkan prinsip dan yang ter akhir ialah ikatan yang kuat.” Dari ungkapan diatas sarekat islam merupakan salah satu pionir HMI, yang sifat dan Idelismenya diturunkan kepada HMI. 

 Di cermin yang terakhir Muiz meminta kepada seluruh pembicara menitipkan pesan kepada seluruh kader maupun calon kader. Dari tiga pembicara member pesan kepada calon kader agar memikirkan kembali untuk masuk ke HMI karena HMI merupakan organisai perkaderan yang tidak main-main. Nafsiah berpesan “agar kader-kader menjadi orang yang pertama kalau tidak bisa jadilah yang terbaik dan apabila tidak bisa juga jadilah yang berbeda.” Begitu juga Baihakhi member pesan “mulai detik ini jagan percaya kepada orang lain, jadilah diri kalian sendiri”  Arief Subhan “jadilah orang yang tidak bergantung pada orang lain (Independent)” (Irfan)

0 komentar:

Posting Komentar